Manfaat Air Dalam Kehidupan

Seluruh makhluk hidup yang ada di bumi pasti menbutuhkan air. Air bisa dikatakan sebagai sumber kehidupan. Banyak manfaat yang diberikan air untuk makhluk hidup. Di sini akan dijelaskan fungsi-fungsi penting air dalam kehidupan.

Air Bekerja Dengan Ajaib
Bila Anda minum banyak air bersih dan jernih, maka hal tersebut akan memacu peningkatan kesehatan Anda, di mana para peneliti menemukan bahwa, makin hari makin banyak keuntungan dengan minum air dalam jumlah yang cukup bagi kesehatan, termasuk:
Pencernaan dan metabolisme yang lebih baik
Minum air dalam jumlah yang cukup menjadikan baik pencernaan maupun metabolisme dapat bekerja pada kapasitas maksimalnya. Faktanya, penelitian terbaru dari University of Utah menyatakan bahwa kekurangan air dapat menyebabkan menurunnya metabolisme.

Memperbaiki kemampuan dan daya tahan tubuh
Anda akan mampu bekerja lebih keras/berat bila mendapatkan air yang cukup. Sebagai tambahan, air dapat memperkuat daya tahan tubuh Anda. Karena air dapat menaikkan simpanan glycogen, suatu bentuk dari karbohidrat yang tersimpan dalam otot dan digunakan sebagai energi saat Anda bekerja.

Tahan laparRasa lapar kadang merupakan penyamaran dari rasa haus. Sewaktu anda mengalami dehidrasi (kekurangan air) Anda mungkin merasa ingin makan padahal yang Anda butuhkan sebenarnya adalah air. Anda juga dapat memanfaatkan efek rasa kenyang dari minum air untuk
mencegah makan berlebihan.

Mengurangi resiko terhadap beberapa macam penyakit
Para peneliti saat ini meyakini bahwa cairan atau tepatnya air dapat berperan aktif dalam mengurangi resiko terhadap beberapa penyakit seperti: batu ginjal, kanker saluran kencing, kanker kandung kemih, dan kanker usus besar (colon). Minum cukup air dapat pula menghindari sembelit.

Senjata ampuh melawan masuk angin atau pilek
Antibodi dalam lendir yang melapisi kerongkongan berfungsi untuk menjerat virus pilek. Daya tahan ini akan melemah apabila Anda dehidrasi (kekurangan air) karena akan menyebabkan lendir mengering. Sebagai catatan banyak ahli kesehatan merekomendasikan air sebagai ekspektoran yang efektif untuk mengurangi batuk.

Pelembab wajah paling ampuh
Dengan minum banyak air membantu kulit Anda tetap kenyal dan kencang serta mengurangi garis-garis dan kerut pada wajah.
Menangkal rasa letih akibat melakukan perjalanan
Udara panas dapat menyebabkan Anda dehidrasi dan akan menimbulkan rasa letih pada saat dan setelah perjalanan. Minumlah banyak air sebelum melakukan perjalanan dan satu gelas tiap jam perjalanan Anda.

Mengatasi migrain/sakit kepala
Para peneliti menyatakan bahwa dehidrasi dapat mengakibatkan migrain/sakit kepala, jadi bila Anda sering mengalami migrain adalah sangat penting untuk minum air dalam jumlah yang cukup.
Sedangkan Fungsi Air yang utama adalah :
1. Membentuk sel-sel baru, memelihara dan mengganti sel-sel yang rusa
2. Melarutkan dan membawa nutrisi-nutrisi, oksigen dan hormon ke seluruh sel tubuh yang membutuhkan
3. Melarutkan dan mengeluarkan sampah-sampah dan racun dari dalam tubuh kita
4. Katalisator dalam metabolisme tubuh
5. Pelumas bagi sendi-sendi
6. Menstabilkan suhu tubuh
7. Meredam benturan bagi organ vital

Dengan menggunakan air secukupnya khususnya minum, tubuh kita akan selalu segar dan kesehatan tetap terjaga.

Goa Jepang Di Kaki Gunung Sadu

Di Bandung bagian utara—Perbukitan Dago Pakar—terdapat  Goa Jepang untuk benteng pertahanan militer, gudang amunisi, dan pos pengintai guna melihat gerak-gerik musuh. Begitu pula di wilayah Bandung Selatan tepatnya di Kecamatan Soreang Desa Karamat Mulya daerah Gunung Sadu juga terdapat saksi bisu peninggalan invasi Militer Jepang berupa goa.

Goa tersebut berada di seputar gunung yang digunakan Jepang tahun 1942, fungsinya untuk mencegat, merebut, dan menguasai jalur distribusi pangan Kolonial Belanda dari Bandung Selatan, pos militer, dan benteng pertahanan serta penyergapan musuh yang melintasi sekitar jalan utama Soreang. Lebih lanjut tulisan ini ingin sedikit mengurai mengapa ada Goa Jepang di Gunung Sadu. Untuk mengetahui hal itu terlebih dahulu saya uraikan kondisi geografis wilayah tersebut.
                                                                                                                                               
Sekelumit Wilayah Geografis
Gunung Sadu di Desa Karamat Mulia berada di Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung. Wilayah yang termasuk Bandung Selatan ini berjarak ±20 Km dari Kota Bandung. Desa ini dapat dicapai menggunakan angkutan kota di Terminal Leuwi Panjang dengan trayek Bandung - Soreang atau Bandung – Ciwidey. Jika menempuh perjalanan menggunakan sepeda motor dari Kota Bandung hanya membutuhkan waktu tempuh sekira 1 jam 20 menit. Kecamatan Soreang merupakan daerah yang berada diketinggian 732 dpl sampai 895 dpl dengan suhu harian rata-rata berkisar antara 22° C sampai 30° C (Monografi Kec. Soreang, 2005). Suhu wilayah yang relatif sejuk tersebut membuat wilayah ini cocok untuk menanam padi, buah-buah dan sayur-sayuran. Namun tetap komoditi utama daerah ini ialah padi dengan luas lahan sekira 115 ha atau sekira 54,8% dari total luas wilayahnya. Sawah di desa ini ditanami tiga kali setahun dengan pasokan air dari Sungai Cibeurem yang melintas daerah ini.
Perbukitan Sadu yang mengelilingi desa Karamat Mulya berbatasan dengan Desa Pamekaran di utara, Desa Soreang di sebelah timur, Desa Sadu di sebelah barat, Desa Sukajadi di sebeah barat daya, Desa Sukanagara di selatan, dan Desa Panyirapan di tenggara (Aryo, 2005). Wilayah perbukitan ini dapat ditempuh dari alun-alun Kecamatan Soreang menggunakan kendaraan bermotor sekira 12 menit. Jalan beraspal yang mulus  memudahkan  seseorang untuk mencapai  wilayah Gunung Sadu.

Desa ini secara geografis juga dekat dengan Kota Bandung di sebelah utara dan Ciwidey di sebelah selatan. Daerah ini dieksploitasi secara masif memasuki jaman Kolonial Belanda dengan aturan preangerstelsel padapertengahan abad ke-19. Hal tersebut membuat wilayah Bandung Selatan ini dijadikan tempat menanam komoditi seperti: kina, teh, kopi, dan cengkeh. Oleh karena itu infrastruktur berupa jalan dan jalur kereta api dibangun untuk mempercepat pengangkutan hasil komoditi ini ke pelbagai daerah. Ingleson (2004) mengungkap bahwa pembukaan jalan-jalan yang tertutup dan lebih penting lagi, sistem kereta api—sejak tahun 1860-an—telah membawa kota dan desa menjadi lebih dekat dan semakin maju. Pada awal abad ke-20, jaringan kereta api yang berpusat di Surabaya (kota pelabuhan utama di Jawa Timur), Semarang—kota utama pelabuhan di Jawa tengah, dan Bandung (ibu kota Jawa Barat di Wilayah pedalaman) serta di pesisir utara ibukota Batavia, meluaskan jaringannya sampai ke daerah pedalaman.

Di sekitar Bandung sendiri, jalur kereta api menuju Bandung Selatan yang dibangun 1917 selesai pada tahun 1925 yang menghubungkan Kota Bandung dengan perkebunan teh di Ciwidey dengan trayek Cikudapateuh-Dayeuhkolot-Banjaran- Soreang- berakhir di pos Ciwidey (Arsip Nasional Republik Indonesia, 1976: LXIX-LXX). Namun, jalur tersebut tidak beroprasi lagi sejak 1970-an karena jalur transportasi lebih difokuskan untuk sarana jalan raya. Desa Karamat Mulya merupakan salah satu tempat perlintasan rel kereta api menuju Ciwidey, sampai saat ini masih terlihat jelas berupa sisa rel kereta api di sepanjang rumah penduduk dan tanah gundukan.
Akibat pembukan lahan, wilayah permukiman, dan perluasan komoditi ini membuat Bandung Selatan termasuk Soreang menjadi salah satu daerah pemasok hasil bumi untuk kepentingan Kolonial Belanda. Komoditi pertanian dan perkebunan semakin menjadi komersial sejak preangerstelsel dihapus kemudian diganti dengan Undang-undang Agraria 1871, wilayah Priangan dan khususnya Bandung Selatan kian berkembang. Peristiwa tersebut sebenarnya menandai secara kongkret kapitalisasi perekonomian perdesaan di segala lini. Kalau menggunakan istilah Ricklefs dengan “periode liberal” yang membuka ruang bagi perusahaan swasta asing yang ingin menanamkan modal di Indonesia—terutama wilayah Jawa dan Sumatera (Rickfles, 2005: 190).

Maka pernyataan Antlöv juga menyiratkan bahwa sejak jaman Preangerstelsel pun wilayah tersebut sudah banyak mengalami perubahan dan pada dekade awal abad ke-20 Bandung menjadi salah satu wilayah ekonomi yang tumbuh pesat di Hindia Belanda. Perkebunan, perdagangan, pelbagai aktivitas ekonomi kota dan proyek-proyek pengembangan infrastruktur membuka banyak lapangan kerja. Antara 1890-1920 Bandung dan distrik-distrik di sekitarnya mengalami pertumbuhan penduduk 10% per tahun (Antlöv, 2003).
Bandung Selatan termasuk Soreang pun terkena dampak kebijakan pemerintah kolonial guna menjalankan program instensifikasi pertanian dan perkebunan. Infrastruktur seperti: irigasi, sarana transportasi, jalan raya, dan kerata api dibangun untuk mengeruk keuntungan dari wilayah Bandung Selatan ini. Lalu pemerintah kolonial menerapkan sistem administratif untuk mengatur penduduk dalam sebuah wilayah yang dinamakan desa (Lombard, 2005). Dengan sistem pengorganisasian wilayah, penduduk, dan aturan untuk meningkatkan produksi perkebunan dan pertanian maka wilayah Bandung selatan semakin penting menyediakan hasil bumi yang besar untuk pasokan kebutuhan Hindia-Belanda dan ekspor.
Mengapa Goa Jepang Ada Di Sana?
Ketika saya sampai di Desa Karamat Mulya ditempat Pa Ac (70 th)—informan— yang merupakan penduduk asli setempat, saya langsung menuju Gunung Sadu. Pukul 11.12 WIB saya berjalan ditemani oleh kawan bernama Pt yang telah selesai melakukan riset tentang sumber daya air di desa ini. Kami menyusuri jalan desa yang di sebelah kiri atau kananya terdapat rumah penduduk. Permukiman penduduk tersebut memiliki pola cluster dan menyebar mengikuti kontur perbukitan. Sebenarnya Desa Karamat Mulya ini muncul baru sekira tahun 1980-an. Desa yang telah lama ada—sekira1920-an—yaitu desa Sukanagara di sebelah selatan bagian samping wilayah Gunung Sadu. Perjalanan menuju gunung tidaklah sulit, karena jalan di dalam desa telah diaspal sejauh 520 meter dan sisanya jalan setapak menuju perbukitan sekira 450 meter.

Menurut informasi beberapa penduduk desa, terdapat tiga sampai enam goa Jepang di Gunung Sadu ini. Menapaki jalan yang menanjak dan lama-kelamaan menjadi jalan setapak akhirnya sampai juga di kaki Gunung Sadu. Awalnya goa hampir tidak ditemukan karena pintu masuk telah tertutup oleh tinggi dan rimbunnya pohon bambu. Namun setelah mencari dengan menyisiri kaki gunung akhirnya ditemukan juga satu goa. Bagian menuju mulut goa ini berundak dengan ruang bagian depan yang menurun mencapai kedalaman dua meter. Separuh mulut goa tertutup oleh undakan tanah basah yang kemungkinan merupakan timbunan tanah longsor akibat hujan yang terus-menerus.

Kondisi lembab dan dingin pun menyertai jika berada di dalam goa ini. Mulut goa tersebut memiliki tinggi sekira 1 meter, sementara itu bagian dalam goa memiliki ketinggian sekira 3,5 meter dengan panjang goa ±15 meter dan lebar sekira 7 meter. Kondisi goa di lantai bawahnya terlihat agak berlumpur dan basah. Kondisi goa juga memprihatinkan karena ditemukan sampah plastik dan kaleng minuman didalamnya. Bagian atas goa juga mengeluarkan rembesan air yang berasal dari tanah di atasnya sehingga, bagian goa paling tengah dan dalam terendam sekira 15 cm². Berbeda dengan goa di Dago Pakar yang melingkar dan menyatu, goa di Gunung Sadu ini tidak terintegrasi dengan goa lainnya (menyambung) karena satu goa hanya terdapat satu ruangan.

Posisi goa di bagian lain yang telah tertutup mengindikasikan bahwa antargoa dibuat terpencar satu sama lain namun tetap mengikuti pola gunung yang menghadap ke jalan raya, sawah, dan perlintasan kereta api. Kemungkinan Tentara Jepang membuat goa satu per satu karena kendala kontur tanah yang kemiringannya cukup tajam. Di samping itu karena kondisi tanah yang basah, kurang memungkinkan untuk membuat goa dengan pola menyambung satu sama lain. Kelebihan posisi goa ini ditutupi oleh rimbunya pohon bambu dan tanaman liar gunung lainnya sehingga, relatif aman sebagai pos militer.
Penelusuran goa lainnya berdasarkan informasi penduduk setempat gagal ditemukan. Pasalnya goa telah tertutup tanah longsor dan sengaja ditutup oleh penduduk setempat. Aneh juga memang kalau sebuah peninggalan sejarah ditutup oleh penduduk setempat. Namun setelah dicek ternyata goa tersebut ditutup dengan alasan karena kerap kali digunakan pemuda setempat untuk mabuk-mabukan dan berbuat mesum. Ketika banyak warga desa yang mengetahui itu—terutama orang tua—mereka berbondong-bondong menutup goa tersebut agar tidak dapat dipergunakan untuk berbuat maksiat lagi.

Goa yang tersisa hanya satu yang ditemukan letaknya tidak jauh dari kaki gunung. Karena posisi goa lainnya sengaja ditimbun penduduk atau longsor maka bentuk goa lain tidak diketahui secara pasti mengenai panjang, lebar, dan tingginya berapa. Hujan yang terjadi setiap saat di gunung ini juga turut mempercepat tumbuhnya tanaman liar (seperti pohon bambu) yang menutupi mulut goa sehingga menyulitkan pencarian goa. Meski demikian, sisa goa yang hanya satu ini membuktikan bahwa Militer Jepang menjadikan Soreang (Gunung Sadu) sebagai salah satu tempat penting dalam invasinya di wilayah Priangan.
Letak Desa Karamat Mulya yang begitu strategis seperti ”jalur sutra”, membuat pihak Jepang membangun goa di sekitar wilayah ini. Sawah dan perkebunan yang menghampar di sepanjang wilayah ini menjadi salah satu sumber pasokan makanan Militer Jepang untuk perang di kawasan Asia-Pasifik. Lalu secara spesifik mengapa terdapat goa di tempat ini? Menurut saya beberapa alasan yang dapat dikemukaan antara lain: pertama, jalur di tempat ini penting untuk dikuasai militer sebab sebagai tempat produksi hasil bumi bagi Kolonial Belanda (sekutu). Kedua, Gunung Sadu merupakan lokasi pengintaian yang baik di bagain tengah wilayah selatan karena dilalui jalur kereta api dan perlintasan jalan raya yang menghubungkan antar Bandung Selatan (Ciwidey) dan Bandung Utara (Kota Bandung, lalu menuju Lembang). Dan Ketiga wilayah ini relatif banyak terdapat penduduk yang dapat dimanfaatkan tenaganya (menjadi romusa) untuk membuat infrastruktur bagi kepentingan Militer Jepang (seperti Goa dan pembukaan jalan baru).

Pertimbangan tersebut membuat keberadaan goa tersebut menjadi semacam pos penyergapan untuk merampas hasil bumi, menguasai jalur distribusi pertanian serta perkebunan, dan sebagai salah satu daerah penyedia ”sumber daya manusia”. Penduduk setempat menyebut GoaJepang itu sebagai goa penuh kesengsaraan. Menurut beberapa informan yang mengalami masa itu, peninggalan tersebut merupakan situs sejarah yang paling teringat dimemori pikiran. Mengapa tidak, karena penduduk yang terkena kerja paksa Jepang, menggali lubang bermeter-meter siang dan malam tanpa kenal lelah. Belum lagi mereka juga harus membuat benteng pertahanan dan jalan guna membantu melancarkan aksi perang Tentara Dai Nippon. Makan pun kurang, kerap kali malah tidak ada dengan waktu istirahat sebentar serta siksaan fisik berat karen fasilitas hidup yang minim. Goa tersebut merupakan salah satu ”cinderamata” paling pahit yang diterima Bangsa Indonesia selama invasi Jepang. Sungguh derita yang paling tak terperi dan sulit dibayangkan sepanjang masa.

Goa Yang Terabaikan
Tidak seperti Goa Jepang yang terdapat di Perbukitan Dago Pakar dan Gunung Kunci di Sumedang yang dijadikan tempat wisata, goa di Gunung Sadu tidak mendapat perhatian sama sekali dari pemerintah setempat. Paragraf sebelumnya menggambarkan bahwa goa itu sekarang hampir punah karena tidak ada pihak manapun yang peduli dengan situs tersebut. Apalagi menjadikan tempat tersebut sebagai situs bersejarah yang dilindungi dan dipelihara oleh pemerintah setempat. Goa tersebut dibiarkan hilang mengikuti perubahan jaman dan terkikis oleh proses alam. Seolah kita tidak berusaha diingatkan kembali oleh hikmah sejarah yang dapat dipetik dari keberadaan goa tersebut.
Maka tidak aneh sebenarnya banyak orang yang berada di dalam dan luar daerah lain tidak mengetahui situs tersebut. Padahal jika ada keinginan serius dari pemerintah setempat, goa tersebut dapat dijadikan tempat wisata sejarah di wilayah Bandung Selatan. Namun apa daya, melestarikan situs bersejarah dipadang tidak penting sebagai salah satu sumber pengetahuan yang mesti diketahui serta dipelajari oleh generasi selanjutnya.

Kebenaran yang Disangkali

Tak ada berita besar atas kepulangan Suhanah tanggal 17 April tahun lalu. Namun, peristiwa itu sebenarnya memberi tanda amat jelas bahwa bisa jadi keadilan yang diperjuangkan tidak terpegang sampai akhir hayat.

Suhanah adalah satu dari tiga penyintas (survivor) asal Indonesia yang hadir dalam Pengadilan Internasional Kejahatan dalam Perang terhadap Perempuan untuk kasus Perbudakan Seksual oleh Militer Jepang Selama Perang Dunia II atau "The Tokyo Tribunal", tanggal 8-12 Desember 2000 di Tokyo, Jepang.

Suhana juga hadir saat dibacakan keputusan final di Den Haag, Belanda, tanggal 3-4 Desember 2001, di mana majelis hakim menyatakan bersalah kepada Kaisar Hirohito, Kaisar Showa yang tahun 1937-1945 adalah Kepala Negara Jepang dan Komando Tertinggi Angkatan Bersenjata Kerajaan Jepang. Sejumlah perwira tinggi Jepang yang memimpin ekspedisi perang ke berbagai wilayah Asia juga dinyatakan bersalah.

Keputusan itu diambil setelah majelis hakim mendengarkan kesaksian 35 dari 75 penyintas selama proses pengadilan di Tokyo.

Pengadilan yang melibatkan semua hakim dan penuntut dalam Pengadilan Internasional Perang untuk Rwanda dan bekas negara Yugoslavia serta saksi ahli dan penasihat hukum terkemuka dunia itu merupakan jawaban atas kegagalan negara memenuhi tanggung jawab menegakkan keadilan bagi sekitar 200.000 perempuan Asia yang dipaksa menjadi jugun ianfu
atau comfort women di comfort stations untuk serdadu Jepang selama Perang Dunia II.

Pemerintah Jepang selama 50 tahun menolak tanggung jawab hukum karena berpendapat sistem comfort women bukan perbudakan. Pemerintah Jepang juga menyatakan soal comfort women telah diselesaikan melalui perjanjian-perjanjian perdamaian dan reparasi pasca-perang.

Pernyataan itu dijawab tim Indonesia yang dipimpin Nursyahbani Katjasungkana yang memberi informasi baru dengan bukti Perjanjian Perdamaian yang ditandatangani Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang tahun 1958. Perjanjian itu menyinggung reparasi akibat
kerusakan fisik dalam masa perang, tetapi sama sekali tidak menyinggung mengenai korban dan para penyintas perbudakan seksual.

Terus disangkali

Proses pengadilan di Tokyo dan Belanda itu merupakan peristiwa penting yang mengakhiri impunitas kejahatan kriminal kekerasan seksual dalam perang.

Namun, penyangkalan terus terjadi. Sebagian masyarakat dan politisi Jepang bersikukuh, comfort stations adalah tempat pelacuran; bahwa perempuan di situ "bekerja secara sukarela" dan sistem itu merupakan usaha swasta, tidak dioperasikan pemerintah dan swasta.

"Umur saya waktu itu 13 tahun. Apa masuk akal anak umur 13 tahun secara sukarela melakukan kerja seperti itu," sergah Mardiyem dengan nada pahit.

Sikap masyarakat Jepang terhadap Tokyo Tribunal tahun 2000 memang terbelah. Di dalam negeri, kelompok ultranasionalis dan politisi sayap kanan di Jepang terus berupaya menafikan upaya penghapusan impunitas itu dengan menggunakan sentimen nasionalisme. Upaya mengoreksi buku sejarah Jepang juga mengalami hambatan.

Di sisi lain, kelompok kritis yang mendesak Pemerintah Jepang untuk mengakui kejahatannya semasa perang, juga menguat.

PM Jepang Sinzho Abe menolak eksploitasi seksual itu dilakukan secara sistematis oleh tentara Jepang semasa perang. Pernyataan itu menyulut kemarahan di Korea Utara dan Selatan, Filipina, China, Taiwan, dan Indonesia.

Pada hari berikutnya, dia mengatakan akan mempertahankan permintaan maaf pemerintahnya karena memaksa perempuan Asia menjadi budak seks bagi militer Jepang selama Perang Dunia II.

Kontroversi itu ditutup dengan pernyataan partai yang berkuasa di Jepang akan melakukan kajian baru tentang masalah tersebut. Semua itu cukup untuk memperlihatkan kecenderungan sikap politik pemerintahan Abe, seperti pernah diprediksi Prof Tetsuya Takahashi dari
Universitas Tokyo.

Di Indonesia, menyusul di negara-negara lain, bertepatan pada Hari Perempuan Internasional tanggal 8 Maret, Jaringan Anti-Penjajahan Jepang melakukan aksi dengan sejumlah tuntutan. Di antaranya, menuntut PM Abe meminta maaf serta mendesak Pemerintah Jepang mengakhiri praktik eksploitasi seksual modern dengan menindak pelaku perdagangan perempuan dan melindungi hak korban.

Menurut Eka Hindrati dari Jaringan Advokasi Jugun Ianfu Indonesia, Asian Women's Fund (AWF) yang didirikan Pemerintah Jepang dan kelompok bisnis pada tahun 1997 berencana memberi kompensasi 380 juta yen untuk masalah jugun ianfu di Indonesia secara bertahap selama 10 tahun.

Jumlah penyintas
Jumlah penyintas mantan jugun ianfu di Indonesia, menurut data LBH Yogyakarta tahun 1993, berjumlah 1.156 orang, tetapi data Forum Komunikasi Heiho Indonesia tahun 1996 menyebut angka 22.000. "Yang kami catat, uang yang diberikan baru dua juta yen untuk membuat lima panti jompo. Yang lainnya tidak tahu," ujar Eka, seraya mengatakan, jangka waktu 10 tahun itu selesai tahun ini.

Barangkali benar, soal kompensasi itu sama sekali tidak transparan, seperti kata Eka. Senoaji dari Yayasan Pangudi Luhur di Cimahi, mengatakan, pihaknya menerima dana Rp 360 juta dari AWF untuk keperluan para lanjut usia sekitar enam bulan lalu. Nama Suhanah kemudian diabadikan sebagai nama salah satu ruangan perawatan lansia di situ.

Namun, persoalan sebenarnya tidak berubah. Pemberian kompensasi yang oleh Pemerintah Indonesia ditujukan untuk keperluan lansia, dapat dibaca sebagai penerimaan separuh hati atas fakta para jugun ianfu adalah korban kekerasan seksual di masa perang.

Seperti dikemukakan Mardiyem (75) dari Yogyakarta, "Sejak Tokyo itu belum ada apa-apa lagi." Ketika di Tokyo dia menuntut kompensasi dua juta yen pada setiap penyintas mantan jugun ianfu di Indonesia.

Katanya, dia dan teman-temannya sudah menulis surat dalam bahasa Jawa kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, meminta agar nasib mereka diperhatikan. Tetapi, tidak ada reaksi. Semuanya berhenti pada penantian....

Suara Bising Ganggu Kehidupan Ikan di Laut


Mungkin sulit dibayangkan manusia, namun ternyata berbagai peralatan ciptaan manusia menciptakan kebisingan di lautan yang mengancam kehidupan hewan-hewan laut. Konklusi ini diperoleh setelah sejumlah ilmuwan melakukan penelitisan di seluruh dunia tentang dampak berbagai jenis suara yang dihasilkan pengeboran minyak, berbagai jenis kapal, dan suara sonar.

Menurut para ilmuwan, pendengaran ikan sangat tajam sehingga bisa menangkap berbagai jenis suara itu dengan baik. Sehingga semakin meningkatnya level kebisingan di lautan ternyata mempengaruhi distribusi ikan dan kemampuan ikan-ikan itu bereproduksi, berkomunikasi dan menghindari pemangsa.
"Manusia selalu berpikir bahwa ikan hidup dalam kesunyian," kata ahli biologi Dr Hans Slabbekoorn dari Universitas Leiden, Belanda. Namun, dalam jurnal Trend in Ecology and Evolution, Dr Slabbekoorn dan para koleganya di Belanda, Jerman dan Amerika Serikat menyimpulkan kehidupan bawah laut tidaklah sesepi yang diperkirakan manusia.

Sejauh ini, semua penelitian menunjukkan bahwa ikan memiliki kemampuan mendengar baik menggunakan telinga dalam dan garis lurus yang melintang sepanjang sisi tubuh ikan.
Setiap spesies ikan memiliki kemampuan dan sensitivitas berbeda dalam hal pendengaran. Sebagai contoh, ikan kod Atlantik memiliki kemampuan mendengar yang cukup baik. Sementara, ikan emas mampu mendengar suara berfrekuensi tinggi.

Secara umum, ikan mampu mendengar suara yang berfrekuensi antara 30-1000Hz,meski dengan adaptasi khusus beberapa jenis ikan mampu mendengar suara dengan frekuensi lebih tingga yaitu antara 3000-5000Hz. Ikan ternyata memiliki kemampuan mendengar yang cukup baik
Bahkan, beberapa spesies ikan tertentu mampu mendengar suara berfrekuensi sangat tinggi. Sementara jenis lain misalnya belut Eropa sangat sensitif terhadap suara infrasonik. Ini semua berarti, lanjut para ilmuwan, semua bunyi yang dihasilkan manusia di bawah air memiliki potensi mempengaruhi ikan seperti halnya suara lalu lintas mempengaruhi burung.

"Tingkatan dan distribusi suara di bawah air terus meningkat di seluruh dunia namun hampir tidak diperhatikan," kata Dr Slabbekoorn, seperti dikutip "BBC".
Saat ini, sebagian besar riset terfokus pada dampak bunyi-bunyian terhadap mamalia laut seperti paus dan lumba-lumba. Namun, polusi suara juga mempengaruhi kehidupan ikan, misalnya kemampuan bereproduksi, berkomunikasi dan menghindari predator. (A-147)

Butuh 20 Tahun Kondisikan Satwa Liar

Pakar satwa Prof Dr Gono Semiadi menyatakan perlu waktu setidaknya sampai 20 tahun untuk mengkondisikan satwa liar yang mulai menurun populasinya, agar kembali berkembang biak dengan baik
"Penurunan populasi satwa liar sudah mulai dapat dideteksi sejak awal, yaitu 10 tahun pertama, dan semakin terasa di tahun ke-20, kemudian mulai terlambat untuk dikendalikan di akhir tahun ke-25," kata peneliti dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu di Jakarta, Kamis.
Jika tidak ada lagi potensi satwa liar yang bisa diburu dan diperdagangkan, habitat satwa tersebut akan ditinggalkan manusia. Pada saat itulah masa suksesi habitat sudah dimulai kembali secara alamiah, ujarnya.

"Sayangnya meski seolah tampak membaik, namun sebenarnya habitat itu tetap `kosong dari kehidupan," kata peneliti rusa yang baru saja mendapat gelar profesor riset itu.
Di saat inilah seringkali penangkaran berperan banyak demi tercapainya kestabilan populasi di alam melalui program reintroduksi, dilengkapi penerapan aturan konservasi yang sangat ketat sekaligus peningkatan kualitas habitat secara bersamaan.
"Untuk beberapa jenis satwa liar, penangkaran ini mungkin merupakan cara terakhir yang harus ditempuh guna memperlambat laju kepunahan," katanya.
Penurunan populasi satwa liar, menurut dia, selain terjadi akibat laju perburuan dan laju perdagangan produk dari satwa tersebut, juga akibat menurunnya kualitas habitat.
Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan pasar berkaitan dengan produk yang berasal dari kehidupan liar maka penyediaan produk melalui penangkaran diakuinya merupakan jalan yang paling memungkinkan untuk dilakukan.

Ia mencontohkan, adanya penangkaran rusa yang kemudian meningkat menjadi usaha peternakan rusa yang sukses di Barat dengan penekanan pada manajemen pemeliharaan dan teknologi reproduksi.
Peternakan rusa ternyata memberi dampak positif terhadap program pemulihan dua jenis rusa yang terancam punah yaitu rusa Fallow Messopotamian (Dama dama Messopotamian) dan rusa Pere David (Elaphurus Davidianus), ujarnya.

Indonesia Belum Ratifikasi Konvensi Cagar Bawah Air


Indonesia belum perlu meratifikasi konvensi UNESCO tentang perlindungan benda cagar budaya bawah air karena banyak faktor yang perlu dipertimbangkan, kata Dirjen Perlindungan Sejarah dan Purbakala Kemenbudpar Hari Untoro Dradjat.

" Jika sudah meratifikasi konvensi itu, berarti kita tidak boleh setengah-setengah melaksanakannya. Jadi kita harus hati-hati sebelum menandatanganinya" kata Hari di sela acara seminar dan pameran tentang warisan budaya bawah air di Museum Nasional Jakarta, Rabu.

Berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan adalah luasnya wilayah perairan , sangat banyaknya artefak, keterbatasan kemampuan pemerintah dalam menangani situs bawah air dan masih diperlukannya dana untuk kesejahteraan rakyat, termasuk untuk melestarikan warisan budaya bangsa.

Konvensi Badan PBB tahun 2001 tersebut melarang penjualan benda-benda warisan budaya yang ditemukan di bawah air.

"Konsekuensinya jika ikut meratifikasi, adalah kita harus bisa menjaga situs di perairan yang begitu luas," ujarnya.

Jika benda-benda tersebut dibiarkan saja, maka kemungkinan besar akan dicuri dan tidak ada manfaatnya bagi kesejahteraan bangsa.

Oleh sebab itu perlu diangkat, kemudian diseleksi untuk koleksi museum, dan sisanya bisa dilelang.

Pengangkatan benda cagar budaya bawah air itu sendiri memerlukan teknologi tinggi dan biaya sangat besar, sehingga harus melibatkan pihak swasta.

Oleh sebab itulah, kata Hari, ratifikasi konvensi UNESC) belum belum diperlukan, sehingga masih membolehkan dilakukan pelelangan artefak-artefak tersebut, sesuai peraturan .

"Jika benda-benda itu tidak boleh dilelang, maka berarti kita harus menyediakan tempat penyimpanannya," kata Hari.

Museum-museum yang ada di Indonesia tidak mungkin menampungnya, karena yang perlu dipamerkan adalah benda yang sudah diseleksi dari sejumlah artefak.

Konvensi UNESCO sejauh ini baru diratifikasi oleh 31 negara.

Sejumlah negara maju bahkan belum mau meratikasi konvensi itu.

Seminar dan pameran bertema "Warisan Budaya Bawah Air:Apakah Perlu Dilelang?" itu merupakan respon atas wacana yang berkembang di masyarakat terhadap masalah pelelangan artefak berusia lebih dari 1000 tahun yang ditemukan di perairan Cirebon.

Pesan di Subuh Jelita

Terdapat pesan pada Shubuh nan jelita…
di mana mulanya pagi adalah..
dingin yang mulai menyusup dalam rahang jiwa
namun tak gentar diri dalam lamun alang angkasa…
Ingin kusampaikan yang tak teraba oleh mata namun nyata…
hanya hatiku bimbang untuk memulainya..
bisakah kau aturkan masa?
untuk aku bisa memulainya barang sekata…

Embunku tak lagi terjaga…
ia berteman dengan Shubuh yang akan berjelaga
begitu pula denganku,…
hanya aku tak dapat mulai
barang sekata….

Dan esok tetap akan jadi gubahan makna
bahwa hari ini ingin kuungkap cinta….

di mana aku akan diam dan hanya berdiam
berdialog dengan masa meski tak bersuara…

dan Shubuhku berpesan…
cintailah yang berhak dicinta
sayangilah yang berhak dan pantas disayangi…
namun embunku menentukan pilihannya…
pada yang bernama mentari meski akhirnya ia sirna karenanya..

cinta embun dan mentari yang tak bersua namun indah dirasa…

Catatan_ku....25 Desember 2005

Hari - hari berlalu begitu cepat
Seakan tak pernah memberiku kesempatan
Untuk merasakan apa yang bisa kurasakan
Untuk membuat hidup ini lebih berarti

Aku harus putuskan sesuatu
Untuk hidup dan hari esok pagi
Entah akankah cerah ?
Atau semuram mendung kemarin sore

Datang mengalir memberiku semangat yang seperti ini
Yang tak pernah kupunya
Memberi rasa tak biasa yg mengalir lembut
Kuat dan hangat seperti api ungun yg terbakar pelan
Atau seperti kabut pagi yang mengelus kulit mukaku, yang kian kaku

Seperti terlahir kembali di dalam kehampaan
Dibelai dalam nuasa kedamaian
Terpaku dalam asa yang diam dan penuh rasa kasih
Tanpa terikat bentuk dan waktu

Hangat seperti gemeretak suara api ungun,.....
Yang terbakar pelan dalam kabut tipis kehidupan

Guratan Cinta Sang Sahabat

Cinta itu bahagia....Tapi menyakitkan
Saat kita mencintai, kita merasakan kebahagian
Saat kita cemburu, kita merasa terluka

Cinta tak harus memiliki....Itu kebohongan 100%
Semua orang ingin memiliki, bahkan terkadang merasa harus memiliki

Dengan melihat orang yang kita cintai bahagia dengan orang lain...
Kita pun akan ikut bahagia...Itupun bohong 100%

Kita berpura-pura bahagia....Disaat hati kita sakit

Itu mengajarkan kita untuk menjadi "MUNAFIK"
Lebih bahagia dicintai daripada mencintai...
SALAH,,,saat DICINTAI kita hanya merasa bangga...
Namun saat MENCINTAI,,,kita dapat merasakan arti CINTA sesungguhnya

CINTAI dan bahagiakanlah orang yang kamu cintai....
Dan jagalah orang yang kamu sayangi sampai kapan pun...

10 Fakta Indonesia yang Perlu Kita Ketahui

1. Tiga orang Presiden RI pertama memiliki bulan lahir yang sama, yaitu bulan juni. Bungkarno lahir 6 Juni 1901 (Bernama asli Kusno Sosrodihardjo). Pak Soeharto 8 Juni 1921. Sedangkan Pak Habibie 25 Juni 1936.

2. Istana Merdeka mulai dibangun pada tahun 1873 dan selesai pada tahun 1879. Istana tsb di rancang oleh arsitek Drossares dengan luas 6,8 hektar dan 16 jumlah anak tangga yg terdapat di bagian depan gedung.

3. Sebelum digunakan oleh pemerintah Indonesia, Istana Kepresidenan Bogor digunakan sbg rumah peristirahatn gubernur jenderal Belanda. Tercatat 44 orang gubernur jenderal Belanda pernah menjadi penghuni istana yang pada masa penjajahan bernama Istana Buitenzorg

4. Istana Kepresidenan Tampaksiring merupakan satu-satunya Istana RI yang dibangun setelah Indonesia Merdeka, tepatnya pada tahun 1957

5. WR. Soepratman, pencipta lagu kebangsaan wafat pada tgl 17 Agustus 1938. Tepat tujuh tahun sebelum proklamasi kemerdekaan RI dinyatakan

6. Lagu 'Indonesia Raya' di ciptakan pada tahun 1942 (ralat tahun 1924) dan dikumandangkan untuk pertama kalipada tanggal 28 Oktober 1928, tepatnya pada penutupan acara Kongres Pemuda II yang melahirkan Sumpah Pemuda.

7. Mobil dinas Kepresidenan RI yang pertama adalah mobil Buick keluaran tahun 1939 yang digunakan Alm. Bung Karno. Sedangkan Alm. Bung Hatta menggunakan mobil dinas De Soto

8. Republik Gabon di Afrika Barat memiliki tanggal kemerdekaan yang sama dengan RI. Bedanya, Gabon merdeka pada tahun 1960

9. Rupiah dinyatakan sebagai mata uang nasional RI pada rgl 2 November 1949.

10. 21 jumlah dentuman meriam yang dibunyikan untuk menyambut tamu negara yang merupakan kepala negara. Sedangkan untuk menyambut tamu negara yang merupakan kepala pemerintahan di bunyikan 19 kali dentuman meriam.
yang merupakan hadiah dari pengusaha sekaligus pamannya, Djohan Djohor. Kedua mobil ini dpt dilihat di Gedung Joang '45, Jakarta

Hutan Indonesia akan Punah pada 2022

Indonesia saat ini menempati peringkat keempat di dunia untuk jumlah spesies langka, dengan lebih dari seribu spesies terancam punah. Saat ini, hanya ada kurang dari 54.000 orangutan Borneo (terancam punah) dan 6.600 orangutan Sumatera (sangat terancam punah) di alam bebas.

Hal itu terungkap dalam seminar bertajuk "Seminar untuk Mencari Persamaan: Orangutan, Masyarakat, dan Hutan", yang diselenggarakan oleh Program Layanan Konservasi Orangutan (Orangutan Conservation Services Program/OCSP) dan Badan Pembangunan Internasional Pemerintah AS (USAID) di Jakarta.  Seminar yang merupakan bagian dari peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia (5 Juni) ini,difokuskan untuk memastikan kelangsungan hidup spesies yang paling dikenal di Indonesia, yakni orangutan.

Kunci untuk kelangsungan hidup orangutan adalah membangun keseimbangan antara tujuan-tujuan pertumbuhan ekonomi dan konservasi yang tampaknya saling bertentangan. “Seminar ini menjadi forum ideal bagi semua pihak yang terlibat, yang kadang kala terlibat konflik dengan satu sama lainnya, untuk mengeluarkan kekhawatiran-kekhawatiran mereka dan mencari solusi bersama untuk masalah-masalah yang mempengaruhi sumber daya alam dan kekayaan hayati Indonesia yang paling berharga,” kata Paul Hartman dari OCSP.

Program Lingkungan Hidup PBB memperkirakan bahwa dengan laju penyusutan hutan Indonesia sebesar 98% maka hutan Indonesia akan punah pada tahun 2022, terutama sebagai akibat dari pembangunan perkebunan kelapa sawit yang tidak terkontrol.
Sementara itu, pemerintah Indonesia menegaskan bahwa industri minyak kelapa sawit menyumbang 4,5% dari Produk Domestik Bruto pada 2009, serta menopang mata pencaharian dari sekitar 13,2 juta orang.
Copyright © Sang Alam