Butuh 20 Tahun Kondisikan Satwa Liar

Pakar satwa Prof Dr Gono Semiadi menyatakan perlu waktu setidaknya sampai 20 tahun untuk mengkondisikan satwa liar yang mulai menurun populasinya, agar kembali berkembang biak dengan baik
"Penurunan populasi satwa liar sudah mulai dapat dideteksi sejak awal, yaitu 10 tahun pertama, dan semakin terasa di tahun ke-20, kemudian mulai terlambat untuk dikendalikan di akhir tahun ke-25," kata peneliti dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu di Jakarta, Kamis.
Jika tidak ada lagi potensi satwa liar yang bisa diburu dan diperdagangkan, habitat satwa tersebut akan ditinggalkan manusia. Pada saat itulah masa suksesi habitat sudah dimulai kembali secara alamiah, ujarnya.

"Sayangnya meski seolah tampak membaik, namun sebenarnya habitat itu tetap `kosong dari kehidupan," kata peneliti rusa yang baru saja mendapat gelar profesor riset itu.
Di saat inilah seringkali penangkaran berperan banyak demi tercapainya kestabilan populasi di alam melalui program reintroduksi, dilengkapi penerapan aturan konservasi yang sangat ketat sekaligus peningkatan kualitas habitat secara bersamaan.
"Untuk beberapa jenis satwa liar, penangkaran ini mungkin merupakan cara terakhir yang harus ditempuh guna memperlambat laju kepunahan," katanya.
Penurunan populasi satwa liar, menurut dia, selain terjadi akibat laju perburuan dan laju perdagangan produk dari satwa tersebut, juga akibat menurunnya kualitas habitat.
Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan pasar berkaitan dengan produk yang berasal dari kehidupan liar maka penyediaan produk melalui penangkaran diakuinya merupakan jalan yang paling memungkinkan untuk dilakukan.

Ia mencontohkan, adanya penangkaran rusa yang kemudian meningkat menjadi usaha peternakan rusa yang sukses di Barat dengan penekanan pada manajemen pemeliharaan dan teknologi reproduksi.
Peternakan rusa ternyata memberi dampak positif terhadap program pemulihan dua jenis rusa yang terancam punah yaitu rusa Fallow Messopotamian (Dama dama Messopotamian) dan rusa Pere David (Elaphurus Davidianus), ujarnya.

0 komentar:

Copyright © Sang Alam